Dalam kitab al-Kunuz an-Nuraniyah:
“Hizib ini disebut dengan Hizib Bahar (laut) karena hizib ini pernah ditaruh di laut, dan juga karena di dalamnya disebutkan kata al-Bahr. Hizib ini juga dinamakan dengan al-Hizib ash-Shaghir” (Sayyid Mukhlif Yahya al-‘Ali al-Hudzaifi al-Husaini, al-Kunuz an-Nuraniyah, Hal. 350).
Hizib Bahar disusun oleh seorang wali qutub pendiri tarekat Syadziliyah, yakni Abi Hasan Ali bin ‘Abdillahbin ‘Abdil Jabbar asy-Syadzili. Beliau lahir di Iskandariah pada tahun 571 H dan wafat pada tahun 656 H. Beliau terkenal sebagai pembesar ulama sufi, kisah-kisah tentang karamah dan keistimewaan beliau menghiasi berbagai kitab-kitab tasawuf.
Murid beliau yang juga menjadi ulama sufi terkenal adalah Abu al-‘Abbas al-Mursi yang nantinya meneruskan silsilah kemursyidan tarekat Syadziliah. Dari imam Abu al-‘Abbas al-Mursi muncul ulama kenamaan tasawuf yakni Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari pengarang kitab induk tasawuf al-Hikam dan Imam al-Bushiri, penyusun Qasidah Burdah. Kedua ulama tersebut merupakan murid dari Abu al-‘Abbas al-Mursi. Berdasarkan hal ini, dapat kita pahami bahwa Imam Abi Hasan asy-Syadzili merupakan tokoh sufi besar, sebab dari beliau muncul pembesar-pembesar ulama tasawuf.
Mengenai tentang faedah mengamalkan Hizib Bahar, Abi Hasan asy-Syadzili menjelaskan:
“Imam Syadzili berkata mengenai hizib ini: ‘Hizib Bahar ini merupakan hizib yang agung derajatnya. Hizib ini tidaklah dibaca pada orang yang sedang takut/khawatir melainkan ia akan aman, pada orang sakit melainkan ia akan sembuh, pada orang yang sedang bersedih kecuali hilang kesedihannya. Kalau saja hizib ini dibaca di tanah Irak tentu tidak akan diekspansi oleh kaum Tar-Tar. Tidaklah hizib ini dibaca di suatu tempat, kecuali akan aman dari mara bahaya dan terjaga dari hama. Aku menamakan hizib ini dengan nama al-‘Iddah al-Wafiyah wa al-Junnah al-Waqiyah. Barangsiapa membaca hizib ini tatkala terbitnya matahari, maka Allah akan mengabulkan doanya, menghilangkan kegelisahannya, mengangkat derajatnya, melapangkan dadanya dan akan aman dari gangguan jin dan manusia’.”
“Tidaklah pandangan seseorang tertuju pada orang yang membaca hizib ini kecuali akan menyukai, mengagungkan dan memulyakannya. Barangsiapa yang membaca hizib ini tatkala memasuki kaum yang sewenang-wenang maka akan menjadikan dirinya aman dari keburukan dan tipu daya mereka. Orang yang istiqamah membaca hizib ini di malam dan siang hari, maka ia tidak akan mati dalam keadaan tenggelam, terbakar dan hilang. Ketika angin sedang kencang atau bertambah kencang saat di laut, lalu dibacakan hizib ini, maka Allah akan hilangkan angin tersebut dengan seizin-Nya. Barangsiapa yang menulis hizib ini dan menggantungkannya pada suatu benda, maka benda itu akan dijaga dengan izin Allah” (Sayyid Mukhlif Yahya al-‘Ali al-Hudzaifi al-Husaini, al-Kunuz an-Nuraniyah, Hal. 350).
[feedposts text="Baca Juga"/]
Tata Cara Mengamalkan
Adapun mengenai tata cara dan adab dalam membaca Hizib Bahar, setidaknya terdapat enam ketentuan:
- Pertama, menetapi adab yang baik, seperti halnya adab saat membaca dzikir dan hizib-hizib.
- Kedua, tidak meminta pertolongan kecuali kepada Allah yang Mahabenar (al-Haq)
- Ketiga, bertawassul dengan membacakan Surat al-Fatihah yang ditujukan kepada Imam Abi Hasan asy-Syadzili.
- Keempat, jika terdapat suatu hajat tertentu, maka hajat tersebut diangan-angankan dalam pikiran kita pada saat membaca kalimat “al-Bahr” yang terdapat dalam Hizib ini.
- Kelima, tiap kali membaca ayat “Hâ mîm” yang berjumlah tujuh, wajah menghadap ke enam arah (depan, belakang, samping kanan, samping kiri, atas, dan bawah). Sebelum membaca “Hâ mîm” yang ketujuh membaca kalimat berikut:
“Aku menolak segala cobaan/ujian dari enam arah ini dengan perantara Allah dengan barakah dari enam nama ini. Dan Aku memohon agar dimudahkan mendapatkan setiap kebaikan yang datang dari enam arah ini.”
Lalu mengucapkan “Hâ mîm” yang ketujuh, lalu tangan kita memegang tubuh kita dan sekitar kita, lalu diusapkan pada wajah kita sembari fikiran kita menghadirkan hal yang diinginkan.
- Keenam, pada saat mengucapkan “Kâf hâ yâ ‘aîn shâd kifâyatunâ” pada setiap huruf awal, tangan kanan (tidak pada tangan kiri) menggenggamkan jari satu persatu, dimulai dari jari kelingking saat membaca “kâf” dan diakhiri sampai jempol saat membaca “shâd”. Tangan kanan terus menggenggam sampai setelah menyelesaikan bacaan “Hâ mîm ‘aîn sîn qhâf” tangan kanan dibuka genggamannya dimulai dari jari yang terakhir kali menggenggam yakni jempol.
Bacaan Amalan Hizib Bahr :